
.
infobanten.id | SERANG– Jaringan Jurnalis Muda Banten menggelar aksi solidaritas dalam mengecam gugatan senilai Rp200 miliar yang diajukan Menteri Pertanian Amran Sulaiman terhadap Tempo.
Dalam aksinya, massa aksi menilai gugatan tersebut bukan sekadar perkara hukum antara pejabat dan media, melainkan bentuk tekanan terhadap kebebasan pers terus beranak pihak di Indonesia.
“Gugatan sebesar itu jelas punya efek gentar. Media lain bisa berpikir dua kali untuk menulis hal-hal yang kritis. Kalau jurnalis takut, siapa yang akan mengawasi kekuasaan?” ujar koordinator aksi, Raden Audindra, (10/11/2025).
Menurutnya, upaya membungkam kritik lewat jalur hukum akan menggerus peran media sebagai pengawas publik (watchdog) di Indonesia.
“Kalau media berubah jadi corong kekuasaan, rakyat hanya akan mendengar versi pemerintah. Itulah jalan menuju otoritarianisme,” katanya.
Dalam penuturannya, Raden juga menyinggung wacana penobatan Soeharto sebagai pahlawan nasional. Ia menyebut, langkah itu sebagai ‘pembalikan sejarah’ yang dilakukan aparatur negara terhadap masa depan negaranya.
“Bayangkan, orang yang berkuasa 32 tahun dengan tangan besi, yang kekuasaannya berdiri di atas darah dan ketakutan, tiba-tiba mau disebut pahlawan? Itu penghinaan bagi korban rezimnya,” ucapnya.
Massa juga menyoroti bahwa masa Orde Baru lalu dibangun di atas kekerasan dan pengekangan kebebasan bersuara dan berekspresi warganya, tak terkecuali pada media yang menyuarakan fakta dalam penayangannya.
“Dibalik jargon pembangunan dan stabilitas nasional, ribuan orang dibunuh tanpa pengadilan, jurnalis dibungkam, mahasiswa diculik. Semua atas nama menjaga negara,” sampainya.
Lebih jauh, melalui aksi ini juga mengingatkan bahwa sistem korupsi dan nepotisme yang diciptakan rezim Soeharto masih membekas hingga kini. Sehingga, kata dia, gelar pahlawan yang diberikan kepada Soeharto amat tak layak diberikan negara kepadanya.
“Anak-anaknya jadi pengusaha besar bukan karena kemampuan, tapi karena kedekatan dengan kekuasaan. KKN itu warisan yang belum selesai,” tambahnya.
Sementara itu, Koordinator Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Jakarta Biro Banten, Muhammad Iqbal, turut menyampaikan dukungan kepada Tempo.
Kata dia, media bekerja untuk kepentingan publik dan menguak berbagai kekeliruan yang terjadi dalam suatu keberlangsungan kehidupan bernegara.
“Tempo bekerja untuk kepentingan publik. Mereka membongkar skandal, mengungkap penyalahgunaan kekuasaan, dan membela yang lemah. Karena itu, ketika Tempo digugat, yang seharusnya merasa diserang adalah publik,” ujarnya.
Menurutnya, dalam persoalan ini, Tempo bekerja untuk kepentingan publik, untuk kepentingan petani, untuk kepentingan kita sebagai masyarakat.
“Dan sejarah mencatat nilai-nilai dalam kerja-kerja jurnalistik mereka sudah teruji integritasnya dalam membela kepetingan publik, mengungkap skandal-skandal yang mencurangi publik, membongkar kasus yang merugikan publik,” ungkapnya.
“Kenapa kita perlu peduli dan membela Tempo? Sebab, jika kita sebagai publik direpresi, dicurangi, dizalimi, Tempo akan peduli dan membela publik atau orang-orang yang saat ini menghadapi ketidakadilan,” tambahnya.
Dia juga menukaskan, bahwa sejumlah serangan yang dilayangkan terhadap satu media kritis adalah ancaman bagi seluruh masyarakat. “Jika kita diam, artinya kita setuju pers dibungkam,” tegasnya.
Dengan demikian, aksi solidaritas yang digelar jurnalis muda Banten tegas menyatakan menolak kriminalisasi terhadap media dan menyerukan solidaritas jurnalis di seluruh Indonesia untuk menjaga kebebasan pers dari ancaman kekuasaan yang tak berpihak pada kebenaran dan keadilan. (#)




































