Akibat Cuaca Buruk, Nelayan Tradisional Pesisir Lebak Tak Melaut

Nelayan tradisional pesisir selatan Lebak, Provinsi Banten tidak melaut akibat cuaca buruk yang melanda perairan Samudera Hindia.

infobanten.id | Nelayan tradisional pesisir selatan Lebak, Provinsi Banten tidak melaut akibat cuaca buruk yang melanda perairan Samudera Hindia.

“Kami bersama nelayan di sini sudah dua bulan terakhir tidak melaut,” kata Kohar (50) seorang nelayan tradisional di Tempat Pelelangan Ikan (TPI) Binuangeun Kabupaten Lebak, Jumat.

Nelayan tradisional di pesisir Lebak umumnya menggunakan perahu kincang bermesin motor tempel dengan panjang 2,5 m dan lebar 120 cm.

Perahu kincang tidak mampu menghadapi gelombang di atas dua meter, dan kalau dipaksakan bisa membahayakan keselamatan jiwa nelayan.

Saat ini, kata dia, gelombang pesisir selatan Lebak yang berhadapan dengan Perairan Samudera Hindia mencapai tiga meter disertai angin kencang.

“Kami sehari-hari berkumpul dengan nelayan sambil menunggu cuaca kembali normal,” katanya menjelaskan.

Begitu juga Saman (55) nelayan Binuangeun Kabupaten Lebak mengaku bahwa dirinya tidak berani melaut akibat gelombang tinggi disertai angin kencang dan hujan sehingga dapat menimbulkan kecelakaan laut.

Saat ini, puluhan perahu nelayan tradisional ditambatkan di tepi pantai Binuangeun dan sebagian di antaranya diperbaiki.

Selama tidak melaut, untuk mencukupi kebutuhan dapur nelayan mengandalkan pinjaman dan utang.

“Semua nelayan di sini sudah biasa jika cuaca buruk mengutang ke juragan pemilik perahu dan dibayar nanti setelah tangkapan normal,” katanya menjelaskan.

Sementara itu, Ahmad Hadi, petugas Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) Binuangeun Kabupaten Lebak mengatakan jumlah nelayan di selatan Lebak sekitar 3.600 orang dan dipastikan nelayan tradisional tidak melaut akibat cuaca buruk di Perairan Samudera Hindia, sedangkan nelayan yang menggunakan kapal di atas 20 GT tetap melaut.

Sebab, pesisir Lebak itu berhadapan langsung dengan Samudera Hindia dimana jika gelombang di atas dua meter disertai angin kencang dipastikan nelayan lebih memilih tidak melaut.

Selain ombak tinggi, populasi ikan juga berkurang dan nelayan bisa rugi karena jumlah tangkapan sedikit.

Setiap kali melaut nelayan mengeluarkan biaya bahan bakar, rokok, kopi dan makanan sekitar Rp500 ribu.

Nelayan berangkat melaut sekitar pukul 16.00 WIB sore dan kembali ke TPI Binuangeun sekitar pukul 09.00 WIB.

“Jika cuaca normal bisa membawa uang sekitar Rp800 sampai Rp1 juta setiap perahu,” kata Saman.

Nelayan tradisional pesisir selatan Lebak, Provinsi Banten tidak melaut akibat cuaca buruk yang melanda perairan Samudera Hindia.

“Kami bersama nelayan di sini sudah dua bulan terakhir tidak melaut,” kata Kohar (50) seorang nelayan tradisional di Tempat Pelelangan Ikan (TPI) Binuangeun Kabupaten Lebak, Jumat.

Nelayan tradisional di pesisir Lebak umumnya menggunakan perahu kincang bermesin motor tempel dengan panjang 2,5 m dan lebar 120 cm.

Perahu kincang tidak mampu menghadapi gelombang di atas dua meter, dan kalau dipaksakan bisa membahayakan keselamatan jiwa nelayan.

Saat ini, kata dia, gelombang pesisir selatan Lebak yang berhadapan dengan Perairan Samudera Hindia mencapai tiga meter disertai angin kencang.

“Kami sehari-hari berkumpul dengan nelayan sambil menunggu cuaca kembali normal,” katanya menjelaskan.

Begitu juga Saman (55) nelayan Binuangeun Kabupaten Lebak mengaku bahwa dirinya tidak berani melaut akibat gelombang tinggi disertai angin kencang dan hujan sehingga dapat menimbulkan kecelakaan laut.

Saat ini, puluhan perahu nelayan tradisional ditambatkan di tepi pantai Binuangeun dan sebagian di antaranya diperbaiki.

Selama tidak melaut, untuk mencukupi kebutuhan dapur nelayan mengandalkan pinjaman dan utang.

“Semua nelayan di sini sudah biasa jika cuaca buruk mengutang ke juragan pemilik perahu dan dibayar nanti setelah tangkapan normal,” katanya menjelaskan.

Sementara itu, Ahmad Hadi, petugas Pangkalan Pendaratan Ikan (PPI) Binuangeun Kabupaten Lebak mengatakan jumlah nelayan di selatan Lebak sekitar 3.600 orang dan dipastikan nelayan tradisional tidak melaut akibat cuaca buruk di Perairan Samudera Hindia, sedangkan nelayan yang menggunakan kapal di atas 20 GT tetap melaut.

Sebab, pesisir Lebak itu berhadapan langsung dengan Samudera Hindia dimana jika gelombang di atas dua meter disertai angin kencang dipastikan nelayan lebih memilih tidak melaut.

Selain ombak tinggi, populasi ikan juga berkurang dan nelayan bisa rugi karena jumlah tangkapan sedikit.

Setiap kali melaut nelayan mengeluarkan biaya bahan bakar, rokok, kopi dan makanan sekitar Rp500 ribu.

Nelayan berangkat melaut sekitar pukul 16.00 WIB sore dan kembali ke TPI Binuangeun sekitar pukul 09.00 WIB.

“Jika cuaca normal bisa membawa uang sekitar Rp800 sampai Rp1 juta setiap perahu,” kata Saman.(*)