infobanten.id | Nama Wishnutama disebut sebut sebagai calon Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif. Tidak sedikit yang meragukan kemampuannya. Karena ia dinilai “gagal” mengelola NET TV menjadi perusahaan media hebat di pentas pertelevisian nasional.
Harus diakui, dalam mengelola program TV dan event organizer, Wishnutama adalah salah satu tokohnya. Berawal dari Indosiar berkarir hingga produser. Lalu, awal tahun 2000 pindah ke Trans TV, perusahaan yang dinahkodai oleh Chairul Tanjung dan ada tokoh Ishadi SK. Reputasinya ok, karena ada tim Trans yang memback up secara bisnis atau commercial.
Wishnu tergolong sukses, dengan berbagai program yang menaikan rating Trans TV. Lalu, berpindah lagi ke perusahaan milik Agus Lesmono Sudwikadmono, boss Indika Group dengan saham nomine membangun Net.TV.
Segmentasinya anak muda, programnya bagus, tetapi commercialnya tidak sebagus programnya. Revenue Stream atau pemasukan dari advertising di media NET tidak bisa menunjukkan trend yang bisa diandalkan.
Creative nya bagus, commercial nya gagal. Isu PHK NET merebak ke mana-mana. April 2019, Wishnu meninggalkan NET TV dan semakin memperkuat hipotesis bahwa dia memang lebih kuat di creative, dan lemah dalam manajemen. Terutama menjaga agar perusahaan tetap menghasilkan income dan berlaba.
Orang creative belum tentu strong di leadership organisasi. Ketika masih di Trans, masih ada Chairul Tanjung dan Ishadi yang manajemennya rapi.
Bagaimana dengan sukses Asian Games 2018? Jika ukuran suksesnya di opening dan closing Asian Games, ada Scott Givens, pendiri Five Currents, yang menjadi executive produser Opening Asian Games dan pernah menangani 300 events besar dunia.
Perusahaan itulah yang menjadi konsultan dan selama ini tidak muncul. Reputasinya, pernah menangani 10 pembukaan dan penutupan Olimpiade, dari London sampai Sochi Jepang. HUT Disneyland ke-50, Super bowl Saturday Night, The Clinton Global Initiative, Rugby, NFL.
Bagaimana dengan posisi Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif? Gol dari pariwisata adalah devisa, mendatangkan wisman dan menggerakkan wisnus, atau menghitung commercial nya. Events krratif itu hanya untuk memperkuat atraksi destinasi, untuk menarik wisatawan.
Bagaimana mungkin orang yang belum pernah punya cerita sukses dalam perusahaan, menghasilkan laba dan komersial, menangani kementerian yang menjadi andalan devisa negara?
Ketua Umum Gabungan Industri Pariwisata Indonesia (GIPI) Didien Junaedy masih belum mendapatkan informasi yang pasti soal siapa calon Menteri Pariwisata ke depan. Dia berharap, jangan salah pilih, atau salah orang.
“Sayang sekali kalau bangunan yang sudah bagus, pertumbuhan bagus, gairah industri bagus, dan optimisme tinggi, akhirnya harus dibongkar pasang. Proses penyesuaian sendiri butuh waktu, apalagi yang belum berpengalaman memimpin lembaga nasional seperti kementerian,” kata Didien Junaedy.
Didien tidak dalam posisi setuju atau tidak setuju. Siapapun pilihan Presiden Jokowi, itu adalah hak prerogratif presiden. Namun, pengalaman yang sudah 50 tahun lebih bergerak di industri pariwisata, kali inilah yang dia merasa progres luar biasa. Berubah total, menggunakan standar dunia, dan bisa mengejar ketinggalan dari negara lain dengan cepat.
“Sektor pariwisata Indonesia sedang memasuki fase terhebat. Fase dimana pariwisata menjelma menjadi penyumbang devisa terbesar buat negara. Menjadi leading sector dan core economy. Itu sebuah capaian luar biasa,” kata Didien, Selasa (22/10/2019).
Didien juga menyebut, apa yang sudah disentuh Presiden Jokowi di lima tahun pertama ini sangat mendasar. Menata basic pariwisata, dari industri, SDM sampai ke destinasi. Selain pemasaran dan branding di dunia internasional. “Jangan sampai memulai dari nol lagi,” ungkap Didien.
“Lihat saja banyak daerah yang akhirnya menjadikan pariwisata sebagai leading sector. PAD mereka meningkat. Dan ingat, pariwisata juga membuat ekonomi negara tetap stabil saat rupiah melemah atas dollar. Baru kali ini, kolaborasi di pariwisata begitu bagus, sampai ke level daerah,” paparnya.
Didien risau, jika leadership yang sudah kuat itu akhirnya diisi oleh sosok yang tidak kompeten. Gol nya pariwisata adalah jumlah wisman, pergerakan wisnus, dan indirect impact yakni branding yang menguat. “Bukan hanya membuat events saja. Jangan salah fokus, dan akhirnya kehilangan banyak waktu. Kita masih harus mengejar ketinggalan,” kata dia. (Den/Inf)