Data BPS, Pengangguran Di Banten Dalam Waktu Enam Bulan Nambah 134 Ribu

Masyarakat miskin di Banten selama kurun waktu enam bulan atau setengah tahun, dari Septemher 2019 sampai Maret 2020 sebanyak tercatat ada 134 ribu.

infobanten.id | Jumlah masyarakat miskin di Banten selama kurun waktu enam bulan atau setengah tahun, dari Septemher 2019 sampai Maret 2020 sebanyak tercatat ada 134 ribu.

Dengan demikian warga miskin di Banten saat ini berjumlah 755 ribu.

Kepala Badan Pusat Statistik (BPS) Perwakilan Banten, Adhi Wiriana dalam siaran persnya, Rabu (15/7) mengungkapkan,  angka kemiskinan berdasarkan hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) bulan Maret 2020 sebesar 5,92 persen, mengalami peningkatan sebesar 0,98 poin dibanding periode sebelumnya (September 2019) yang sebesar 4,94 persen.

Hal ini sejalan dengan bertambahnya jumlah penduduk miskin sebanyak 134,6 ribu orang dari 641,42 ribu orang pada September 2019 menjadi 775,99 ribu orang pada Maret 2020.

“Persentase penduduk miskin di daerah perkotaan yang pada September 2019 sebesar 4,00 persen naik menjadi 5,03 persen, pada Maret 2020. Sementara persentase penduduk miskin di daerah perdesaan pada September 2019 sebesar 7,31 persen, naik menjadi 8,18 persen pada Maret 2020,” kata Adhi.

Selama periode September 2019-Maret 2020,  lanjut Adhi, jumlah penduduk miskin di daerah perkotaan naik sebanyak 101,6 ribu orang (dari 371,28 ribu orang pada September 2019 menjadi 472,84 ribu orang pada Maret 2020), demikian pula di daerah perdesaan naik sebanyak 33,0 ribu orang (dari 270,13 ribu orang pada September 2019 menjadi 303,14 ribu orang pada Maret 2020).

“Peranan komoditi makanan terhadap Garis Kemiskinan jauh lebih besar dibandingkan peranan komoditi non makanan (perumahan, sandang, pendidikan, dan kesehatan),” katanya.

“Pada Maret 2020, sumbangan Garis Kemiskinan Makanan terhadap Garis Kemiskinan tercatat sebesar 71,78 persen, sedikit lebih rendah dibandingkan dengan kondisi September 2019 yang sebesar 71,61 persen,” sambung Adhi.

Adapun jenis komoditi makanan yang berpengaruh besar terhadap nilai Garis Kemiskinan Maret 2020 di perkotaan dan di perdesaan adalah beras, rokok kretek filter, telur ayam ras, daging ayam ras, mie instan, serta roti.

Sementara komoditi non makanan penyumbang terbesar Garis Kemiskinan di perkotaan dan perdesaan adalah sama yaitu biaya perumahan, bensin, listrik, pendidikan dan perlengkapan mandi,” paparnya.

Sementara faktor yang mempengaruhi tigkat kemiskinan di Provinsi Banten selama periode September 2019-Maret 2020 antara lain,  laju pertumbuhan ekonomi Triwulan I 2020 sebesar 3,09 persen, lebih rendah dibanding laju pertumbuhan ekonomi Triwulan III 2019 (5,41 persen), meskipun tidak berkorelasi langsung.

“Nilai Tukar Petani (NTP) Maret 2020 sebesar 106,01 lebih tinggi dibanding September 2019 sebesar 102,88. NTP di atas 100 menunjukkan tingkat kesejahteraan petani lebih baik. Dan  upah riil buruh tani per hari pada Maret 2020 turun yaitu sebesar 0,33 persen dibanding September 2019, yaitu dari Rp 61.293,- menjadi Rp 61.092. Ini juga menjadi faktornya,” ujar dia.

Inflasi Pedesaan  masih dikataman Adhi, pada periode September 2019-Maret 2020 sebesar 2,25 persen lebih tinggi dibandingkan inflasi umum periode September 2019-Maret 2020 sebesar 1,35 persen, menjadi faktor diantaranya.

Semetara, Plt Sektetaris Dinas Sosial Banten, Budi Darma mengatakan, indeks kemiskinan per Maret 2020, sudah meningkat di angka 0,98 persen. Angka ini berbanding lurus dgn dimulainya pandemik Covid-19 di Provinsi Banten.

“Gelombang PHK dan meliburkan  karyawan dimulai juga di akhir bulan Maret ini.  Setidaknya hal ini mengindikasikan bahwa secara psikologis, wabah ini bahkan sudah menyebabkan keresahan sebelum KLB (kejdian luar biasa) ditetapkan. Melemahnya daya beli masyarakat sudah terlihat diawal pandemik ini mewabah,” terangnya.

Merujuk pada data BPS, komoditi makanan  menjadi pemyumbang terbesar dalam meningkatnya angka kemiskinan, hal itu kata Budi, menggambarkan bahwa  ketahanan pangan masyarakat memerlukan perhatian lebih dari pemerintah pada setiap tingkatan. Kebijakan afirmatif, konstruktif dan holistik yang mendukung kemandirian dan ketahanan pangan masyarakat perlu perlu dipikirkan bersama. 

“Dari perspektif penyelenggaraan kesejahteraan sosial, meningkatnya angka kemiskinan sebagai pengaruh wabah corona, merupakan sinyal bahwa RKPD Dinsos dan OPD-OPD yang terkait penanggulangan kemiskinan, segera mempersiapkan program atau kegiatan yang Pro Poor sebagai upaya antisipatif,” katanya.

“Namun lagi-lagi catatan pentingnya adalah sinergitas lintas sektor yg harus diperhatikan oleh seluruh OPD terkait, utk itu peran TKPKD Bappeda sangat penting dalam mengkoordinasikan dengan baik segala progam atau kegiatan Pro Poor agar berfungsi optimal,” demikian Budi. (*)