Ketua Gapasdap Merak Angkat Bicara Terkait Layanan Arus Mudik 2024 di Merak: Ojo Dibandingke

infobanten.id | Kota Cilegon – Ketua DPC Gabungan Pengusaha Angkutan Sungai Danau dan Penyeberangan Ferry (Gapasdap) Cabang Merak, Togar Napitupulu angkat bicara soal kisruh layanan angkutan atau arus mudik lebaran di Pelabuhan Merak.

“Pelayanan angkutan penyeberangan Merak – Bakau itu satu kesatuan atau sistem, jadi keberhasilan atau kegagalan Merak atau sebaliknya Bakau adalah supporting dari pengelolaan dua pelabuhan ini,” ujar pria yang akrab disapa Opung Togar ini.

Pengusaha yang berkecimpung kurang lebih 40 tahun di Pelabuhan Merak ini, juga menjelaskan statistik pergerakan arus mudik yang lebih berpotensi menyebabkan kemacetan dan kepadatan di pelabuhan hingga kawasan sekitarnya, karena diburu waktu lebaran. Hal itu sangat berbeda apabila dibanding arus balik, di mana para pemudik bisa lebih santai.

“Saya tahu persis pola pergerakan arus mudik dan arua balik. Memang sulit kalau mau membandingkan layanan angleb Merak dan Bakau, pertama pergerakan arus mudik itu semua orang pingin tiba cepat dan bisa lebaran di rumah_karena lebaran tidak bisa ditunda bos..haha,” ujarnya khas dengan logat bataknya.

“Bayangin saja kalau semua berdatangan secara bersamaan dalam jumlah besar kan repot, namun puji Tuhan nyatanya tidak ada satupun pemudik yang lebaran di jalan tuh?,” sambungnya.

Togar juga mengatakan hal itu berbeda dengan arus balik, karena secara phsycologis orang lebih leluasa dan santai untuk kembali lagi ke tempat ia tinggal.

“Kecuali ASN/pegawai swasta, apalagi pemerintah sudah ngumumin ada WFH. Makin landai tuh pergerakan di Bakau,” terang Togar.

Ia juga membandingkan secara teknis operasional, Pelabuhan Bakau lebih siap dan menunjang.

“Kenapa? Coba lihat ketersedian bufferzone dan rest area yang bisa dijadikan delaying system serta areal parkir kendaraan di dalam pelabuhan yang sangat luas. Belum lagi pada saat arus balik, kapal yang berangkat dari pelabuhan Panjang bongkaran dilakukan di pelabuhan terpisah dari Merak yaitu di Ciwandan,” bebernya.

“Bakau juga lebih siap karena akses exit jalan toll Bakau nggak ada hambatan langsung ke pelabuhan. Bandingkan dengan Pelabuhan penyeberangan Merak, exit Tollnya tidak sampai di pelabuhan dan masih ada jalan arteri kurang lebih 4 km, sisi kiri kanan jalan tersebut ada parkir truck, rumah makan, bengkel, penjual oleh oleh, pom bensin dan sebagainya yang bisa menjadi penghambat pergerakan arus,” imbuhnya.

Gapasdap Merak juga mengaku melakukan evaluasi terkait angkutan lebaran tahun 2024 dibanding 2023 secara umum hampir sama. Namun pada tahun 2024 ini karena pergerakan yang cukup tinggi dan terbesar dalam sejarah selama masa Angleb. Di mana data menunjukkan pada H-3 jika dibandingkan tahun 2023 ada sekitar 42 ribu pergerakan dalam satu siklus 24 jam sementara tahun 2023 hanya 30 ribuan.

“Tentu ini menjadi pertimbangan obyektif “Ojo dibandingke” not apple to apple,” tegasnya.

Pihak Gapasdap Merak juga menyadari perlu adanya pembenahan harus terus dilakukan, baik oleh pemerintah selaku regulator maupun operator pelabuhan PT. ASDP dan Gapasdap yang bergerak di Industri penyeberangan.

“Misalnya perlu dibangunnya dermaga-dermaga baru sehingga pada saat momen Angleb seperti ini, semua kapal bisa dioperasikan. Dimana saat Angleb tahun ini masih terdapat 20an kapal yang tidak bisa beroperasi karena tidak ada dermaga untuk sandar kapal,” ujarnya.

“Kata orang bijak jauh lebih baik jika kegagalan dijadikan pengalaman berharga untuk perbaikan ketimbang mencari penyebab yang sebenarnya sudah diketahui tapi kita tidak mau merubahnya,” sambung Togar.

Permasalahan Angleb menurut Togar dari dulu sama sampai tahun ini, seperti over kapasitas, di mana ada pembagian muatan yang tidak merata, sistem tiketing, kurangnya buffer zone, adanya calo tiket dan lain-lain.

“Satu hal lagi, setiap rapat pra Angleb selalu dikatakan bahwa Angleb ini adalah operasi kemanusian yang tidak mengedepankan keuntungan, tapi mengapa hanya kapal kami yang swasta yang diberlakukan pola TBB (Tidak Muat di Pelabuhan Seberang), tetapi kapal-kapal eksekutif tidak. Hal yang sama juga terjadi di Bakau. Pertanyaannya kenapa kapal-kapal reguler diperlakukan berbeda dengan kapal eksekutif. Harusnya justru kapal-kapal di eksekutif yang diberlakukan pola TBB, karena kapal-kapal tersebut milik perusahaan plat merah yang harus lebih mengutamakan kemanusiaan ketimbang keuntungan?” paparnya.

“Dan untuk tarifnya juga seharusnya saat Angleb ini disamakan saja antara kapal reguler dan kapal eksekutif sehingga muatan bisa terbagi merata ke setiap dermaga, tidak menumpuk di salah satu dermaga saja,” tegasnya.

Gapasdap Merak juga menyampaikan ucapan terima kasih kepada pihak pemerintah.

“Saya berterima kasih pada pemerintah yang telah mendorong diadakannya Dermaga Eksekutif 2 (Dermaga 1) yang sudah digunakan pada Nataru tahun 2023/2024, dan masyarakat sudah senang dengan adanya pilihan layanan di dermaga tersebut. Namun mengingat bahwa Angleb ini adalah angkutan kemanusiaan, kita rela di dermaga ini ditambahkan lagi 1 unit kapal agar dapat cepat mengurai antrian,” tandasnya.

Pada kesempatan terpisah, dikutip dalam wawancara dengan Liputan6, Agus Pambagyo sebagai Pengamat Kebijakan Publik juga menyampaikan hal senada dengan penyampaian Ketua DPC Gapasdap Merak, yaitu penyebab kemacetan tersebut adalah akibat dari kurangnya dermaga dan sistem penjualan tiket ferizy masih belum sempurna. (*)