Pakar Hukum Pidana Trisakti: TR Penghinaan Presiden Berlebihan Dan Berbau Kekuasaan

Pakar hukum pidana dari Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar

infobanten.id | Pakar hukum pidana dari Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar, upaya yang termaktub dalam telegram ST/1100/IV/HUK.7.1/2020 dan diimplementasikan dalam Pasal 207 KUHP berlebihan.

Telegram tersebut merujuk telgram Kapolri Jenderal Idham Azis mengenai penghinaan terhadap presiden dan pejabat negara dalam penegakan hukum selama masa pencegahan penyebaran Covid-19

“Ini berlebihan, karena berbeda antara situasi darurat kesehatan dengan perspektif Pasal 207 KUHP yang bernuansa politis (penghinaan terhadap pejabat publik),” kata Abdul Fickar Hadjar, Kamis (09/04/2020).

Seharusnya Polri, kata Abdul Fickar bisa menggunakan UU Karantina Kesehatan dan UU Kebencanaan. UU tersebut, kata Abdul Fickar, juga mengatur aspek pidana.

“Misalnya Pasal 93, setiap orang yang tidak mematuhi penyelenggaraan Kekarantinaan Kesehatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 9 ayat (1) dan/atau menghalang-halangi penyelenggaraan Kekarantinaan Kesehatan sehingga menyebabkan Kedaruratan Kesehatan Masyarakat dipidana penjara paling lama satu tahun dan/atau pidana denda paling banyak seratus juta rupiah,” sambungnya menjelaskan.

Penerapan Pasal 207 KUHP juga dinilai terlalu memaksakan, di mana pasal tersebut diturunkan statusnya dari delik biasa menjadi delik aduan berdasarkan Putusan MK 013-022/PUU-IV/2006.

“Konsekuensinya, pejabat publik yang merasa dihina harus melaporkan sendiri perkaranya untuk diproses. Jadi tanpa ada pengaduan, kepolisian tidak bisa memprosesnya. Jika kepolisian terus memprosesnya, itu berarti pendekatannya sangat politis atau kekuasaan,” tegasnya.

“Pada zaman demokrasi, sebenarnya pasal-pasal berbau kolonial itu sudah tidak relevan, termasuk hatespeach ini. Jadi ya Pasal 207 ini berpotensi mengkriminalkan orang karena jelas pendekatannya kekuasaan,” pungkas Abdul Fickar. (*)