Mengungkap Alasan di Balik Pembangunan ‘Pagar Laut’ di Tangerang

.

infobanten.com l Serang – Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Provinsi Banten, Eli Susiyanti, memberikan tanggapan terkait polemik pagar laut di Tangerang yang hingga kini belum jelas siapa pemiliknya. Ia menyatakan bahwa klaim mengenai pagar laut yang terbuat dari bambu sepanjang 30,16 kilometer yang membentang di laut pantai utara Kabupaten Tangerang sebagai upaya pencegahan abrasi perlu dibuktikan.

“Kalau disebut untuk mencegah abrasi, tidak masalah selama mereka dapat membuktikannya. Sebab, siapa pun bisa mengklaim hal tersebut. Kita hanya perlu bersama-sama membuktikan kebenarannya,” ujar Eli Susiyanti di Serang, Banten, Selasa (14/1/2025).

Eli menjelaskan bahwa Pemerintah Provinsi Banten tetap berpedoman pada Peraturan Daerah Provinsi Banten Nomor 1 Tahun 2023 tentang Rencana Tata Ruang Wilayah Provinsi Banten Tahun 2023–2043 dalam pemanfaatan ruang laut dan zonasinya. Ia mengungkapkan bahwa pagar laut tersebut melewati beberapa zona, yakni zona perikanan tangkap, zona perikanan budidaya, zona pelabuhan perikanan, zona pelabuhan, dan zona pariwisata.

Hal tersebut, menurutnya, jelas melanggar rencana tata ruang wilayah (RTRW) yang diatur dalam perda tersebut. “Sebab, seluruh kegiatan pemanfaatan ruang laut, dalam hal ini pemagaran laut yang diklaim untuk pencegahan abrasi, harus memiliki izin,” jelas Eli.

“Hingga saat ini, tidak ada pengajuan untuk mengubah RTRW kepada kami. Diduga ada kepentingan umum yang dilanggar,” tambahnya. Eli juga menyebutkan bahwa pihaknya telah berkoordinasi dengan Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) terkait rencana pencabutan pagar laut tersebut sembari mengidentifikasi masalah yang ada.

Sebelumnya, nelayan yang tergabung dalam Jaringan Rakyat Pantura (JRP) Kabupaten Tangerang, Banten, mengklaim bahwa pagar bambu sepanjang 30,16 km yang membentang di laut pantai utara (Pantura) dibangun sebagai mitigasi bencana tsunami dan abrasi.

Koordinator JRP, Sandi Martapraja, di Tangerang, Sabtu (11/1/2025), menjelaskan bahwa pagar laut yang kini ramai diperbincangkan publik adalah tanggul yang dibangun masyarakat setempat secara swadaya. Menurutnya, tanggul laut ini memiliki fungsi penting, seperti menahan potensi bencana abrasi, mengurangi dampak gelombang besar, melindungi wilayah pesisir dari ombak tinggi yang dapat mengikis pantai, serta melindungi infrastruktur.

Selain itu, tanggul ini diklaim dapat dimanfaatkan untuk pengelolaan tambak ikan di area sekitar pagar bambu, yang dapat membuka peluang ekonomi baru dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat setempat.

Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) telah melakukan penyegelan terhadap kegiatan pemagaran laut tanpa izin sepanjang 30,16 km di perairan Kabupaten Tangerang. Penyegelan dilakukan karena pagar tersebut diduga tidak memiliki izin dasar berupa Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut (KKPRL).

Langkah ini merupakan tindakan tegas KKP dalam merespons pengaduan nelayan setempat sekaligus menegakkan peraturan tata ruang laut yang berlaku. Direktur Jenderal Pengawasan Sumber Daya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) KKP, Pung Nugroho, menyampaikan bahwa penyegelan ini dilakukan atas instruksi Presiden Prabowo Subianto dan arahan langsung Menteri Kelautan dan Perikanan Sakti Wahyu Trenggono.

Pagar laut tersebut membentang dari Desa Muncung hingga Desa Pakuhaji di wilayah perairan Kabupaten Tangerang dengan panjang sekitar 30,16 km. Struktur pagar ini terbuat dari bambu atau cerucuk dengan ketinggian rata-rata enam meter, dilengkapi anyaman bambu, paranet, dan pemberat berupa karung berisi pasir.

Panjang pagar yang mencapai 30,16 km itu mencakup wilayah 16 desa di enam kecamatan, yakni tiga desa di Kecamatan Kronjo; tiga desa di Kecamatan Kemiri; empat desa di Kecamatan Mauk; satu desa di Kecamatan Sukadiri; tiga desa di Kecamatan Pakuhaji; dan dua desa di Kecamatan Teluknaga.(*)