infobanten.id | Fraksi-fraksi di DPRD Banten terang-terangan menolak keras penyertaan modal daerah kedalam perserian terbatas agrobisnis Banten Mandiri sebesar Rp 50 miliar yang sudah masuk dalam APBD Banten 2020.
Tak hanya itu, sebagian besar fraksi lainnya juga mengkritisi kebijakan Gubernur Banten Wahidin Halim (WH), lantaran penyertaan modal puluhan miliar tersebut dinilai tergesa-gesa, tidak transparan serta dianggap melanggar peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Juru bicara Fraksi Golkar DPRD Banten, Teguh Istaal, dalam pemandangan umum fraksi-fraksi terhadap Raperda tentang Penyertaan Modal ke Dalam Perseroan Terbatas Agrobisnis Banten Mandiri (Perseroda), menilai ada perencanaan yang kurang baik terhadap penyertaan modal terhadap BUMD perusahaan agrobisnis Banten tahun 2020 tidak memiliki penjelasan yang baik.
“Sejauh mana tingkat kemendesakannya terkesan terburu-buru. Mengapa tidak menunggu Raperda yang diusulkan selesai dibahas, baru setelah itu memasang penyertaan pada APBD sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 12 tahun 2019,” terangnya, Selasa (10/12).
Golkar lanjut Teguh, sebelumnya juga telah menyatakan ketidaksetujuan pada penyertaan modal pada rapat badan anggaran sebelum RAPBD Banten tahun 2020 disahkan, lantaran dianggap menyalahi aturan.
“Kekhawatiran kami ada dua hal. Pertama, regulasi yang belum lengkap. Kedua, perencanaan yang prematur dan persalinan sungsang,” katanya.
Sikap penolakan penyertaan modal puluhan miliar tersebut mengacu pada keberadaan PT Banten Global Development (BGD).
“Kita belajar dari pembentukan BUMD sebelumnya yakni, BGD karena perencanaan yang belum matang, alih-alih memberi keuntungan bagi Provinsi Banten, unit bisnis BUMD (BGD) menuai masalah dan membebani keuangan daerah terus menerus,” terangnya.
Kendati menolak atas penyertaan modal untuk Perseroda akan tetapi Fraksi Golkar seiring dan seirama dalam peningkatkan kesejahteraan masyarakat dengan memberikan nilai tambah hasil produk agro dan perikanan serta kelautan.
“Kami bukan tidak setuju dengan Raperda yang diusulkan gubernur, hanya kami tidak menginginkan Raperda ini tidak dilandasi prosedur yang sistematis dan waktu yang sangat singkat ini, tapi lebih menjadi upaya penyelamatan terhadap kecerobohan perencanaan, penganggaran pada APBD tahun anggaran 2020,” katanya.
“Kami setuju dilanjutkan, pemprov harus menunda realisasi penyertaan modal pada Perseroda, karena ada proses yang belum berkualitas pada perjalanan pembentukan BUMD Perseroda. Yakinlah dunia tidak akan berakhir jika kita harus menunggu sejenak hingga semua perencanaan lebih matang dan regulasi telah lengkap,” sambung Teguh.
Sementara itu Fraksi PDIP DPRD Banten melalui juru bicaranya, Anita Indah Wati, menjelaskan, berdasarkan hasil konsultasi ke Kemendagri pada 18 November lalu, penyertaan modal kepada Perseroda secara resmi mengatakan pemprov dapat melakukan penyertaan modal pada BUMD dan dapat dilaksanakan apabila jumlah yang akan disertakan dalam tahun anggaran berkenaan telah ditetapkan dalam Perda mengenai penyertaan modal daerah bersangkutan.
Selanjutnya perda dimaksud ditetapkan sebelum persetujuan bersama antara kepala daerah dan DPRD atas Raperda tentang APBD dan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan berlaku.
“Mohon penjelasan gubernur, apakah penyertaan modal yang sudah ditetapkan dalam perda APBD tahun 2020 bisa digunakan, menginggat Raperda tentang Penyertaan Modal untuk Perseroda akan kita bahas. Sementara jumlah yang akan disertakan dalam tahun anggaran berkenaan telah ditetapkan dalam Perda APBD tahun 2020,” katanya.
Begitupun dengan besaran yang untuk penyertaan modal sebesar Rp 50 miliar tidak sesuai dengan yang ada dalam Perda Nomor 11 tahun 2019 tentang Pendirian PT Agrobisnis.
“Dalam perda 11 tahun 2019 disebutkan setoran awal 25 persen atau sebesar Rp 75 miliar dari modal dasar pembentukanya sebesar Rp 300 miliar,” ujar Anita indah.
Karenanya, Fraksi PDIP mengharapkan pemprov untuk mematuhi tahapan dan prosedur penyusunanya. Jangan sampai tergesa-gesa dan memaksakan.
“Pemprov Banten harus berkomitmen untuk melaksanakan penyertaan modal. Sampai sampai BUMD yang bary nanti hanya menambah catatan ketidakseriusan dalam mengelola BUMD. Alih-alih mampu memberikan nilai tambah ekonomi masyarakat dan dapat menghasilkan PAD (pendapatan asli daerah), yang terjadi malah mebjadi beban APBD,” jelasnya.
Sementara itu, juru bicara Fraksi PKB DPRD Banten, Umar Bin Barmawi mempertanyakan langkah WH dengan usulan Raperda Penyertaan Modal untuk Perseroda. Dan catatan yang harus diperhatikan oleh gubernur.
“Kewenangan direksi dan komisaris PT Perseroda untuk pertama kalinya oleh gubernur tanpa uji kelayakan dan kepatutan. Dan ini dikhawatirkan akan dijadikan oleh pejabat non job. Harusnya bukan tempat parkir oleh pejabat yang tidak dapat jabatan dipemerintahan apalagi ada balas jasa,” ujarnya.
PKB berharap orang yang akan mengisi jabatan strategis di Perseroda memiliki visi dan target profesional yang jelas.
“Tidak hanya menjalankan usaha,” harapnya.
Senada diungkapkan juru bicara Fraksi PAN DPRD Banten, Ahmad Farisi, mengatakan penyertaan modal tidak sesuai kententuan Perda Nomor 11 Tahun 2019 tentang pembentukan BUMD Agribisnis.
“Seharusnya penyertaan modal sesuai dengan aturan adalah 25 persen dari total modal sebear Rp 300 miliar. Kami mohon penjelasan gubernur,” katanya.
Pihaknya juga menyoroti terkait lahan seluas 10,2 hektare senilai Rp 54,014 miliar dan bangunan pasar induk, pergudangan termasuk fasilitas pendukung sebesar Rp 34 miliar untuk BUMD Agrobisnis.
“Dimanakah tanah tersebut, apakah sudah menjadi aset milik Pemprov Banten. Tahun berapa tanah tersebut diperoleh. Begitu juga dengan bagunan senilai Rp 34 miliar, kami mohon penjelasan gubernur,” katanya.
Juru bicara Fraksi Gerindra DRPD Banten, Encop Sofia, berharap proses rekruitmen pimpinan BUMD Agrobisinis segera selesai.
Kami juga ingin segera mendapatkan masukan dari para direksi dan komisaris yang kini masih dalam tahap seleksi. Salah satunya kami ingin mengetahui lebih jelas tentang rencana bisnis yang akan dilakukan termasuk rencana penyertaan modal tahun 2020,” ujarnya.
Pihaknya tidak ingin BUMD Agrobisnis seperti BUMD milik Pemprov Banten lainnya yang justru keberadaannya menjadi beban APBD.
Sementara, Wakil Gubernur Banten, Andika Hazrumy menilai, alokasi anggaran untuk BUMD Agrobisnis senilai Rp 50 miliar yang dianggarakn pada APBD 2020 diperuntukkan untuk proses pembuatan badan usaha milik pemprov tersebut.
Pihahknya, kata Andika, juga tidak mempermaslahkan jika penyertaan modal dilakukan sebelum Raperda penyertaan modal rampung.
“Itu kan atas dasar konsultasi dengna Kemendagri. Dan dana itu untuk pembentukan, bukan untuk operasional BUMD. Dan (alokasi) ini tidak masalah tidak perlu perda, tapi ke depan pemprov wajib buat penyertaan modal,” kata Andika.
Terkait lokasi lahan dan bangunan yang dipertanyakan seluruh fraksi, Andika mengaku, akan memberikan jawaban pada paripurna yang dijadwalkan pada, Kamis (12/12).
“Nanti saya jawab Kamis. Kalau sekarang dijawab selesai,” katanya.
Terkait proses seleksi calon pimpinan BUMD Agrobisnis, Andika mengaku jika hal tersebut masih dalam proses.
“Seleksi pimpinan masih berproses. Nanti kalau sudah ada fit dan proper tes kita juga akan lakukan itu. Yang jelas kita nggak ingin naro orang yang tidak cakap. BUMD jangan sampai jadi masalah bebankan anggaran daerah seperti yang lalu,” demikian Andika. (*)